Sejernih apapun sungai yang pernah saya datangi, saya biasanya ragu
basah-basahan. Bahkan meskipun lokasinya tak jauh dari Bandung dan membawa
kendaraan sendiri pun. Tapi entah malaikat mana yang ketika saya berkunjung ke
“komplek” curug (air terjun) bernama Curug Tujuh di Panjalu, Ciamis, membuat
saya tak ragu nyebur di salah satu curugnya yang paling keren.
Perjalanan ke Curug Tujuh ini menjadi yang kedua buat saya mengunjungi Kota Panjalu.
Kesempatan pertama bertepatan dengan acara “Nyangku”, tradisi tahunan kota
kerajaan ini. Mengenai Panjalu, kota ini menjadi lebih ramai diziarahi sejak
Gus Dur, waktu itu masih jadi presiden, berziarah ke makam raja-raja Panjalu,
dan mengaku memiliki ikatan saudara dengan raja-raja Panjalu.
![]() |
Curug pertama dalam rute yg dilalui rombongan kami |
Waktu itu kami menggunakan Elf. Jika lebih besar dari Elf, saya jamin
tidak akan bisa masuk sampai ke pelataran parkir. Perwis
dengan kendaraan lain, menjadi masalah cukup pelik jika tidak ada area buat
menepi. Dalam perjalanan (dengan berjalan kaki) dari parkiran menuju gerbang tiketing,
1-2 dari tujuh curug tersebut samar-samar bisa terlihat di sela-sela rimbunan
pepohonan Gunung Sawal.
![]() |
Salah satu curug ngintip di rindangnya hutan |
Dari tujuh curug yang ada, kami (rombongan kelompok jalan-jalan yang berkomunikasi di facebook) hanya mengunjungi empat curug. Menurut sang kepala suku kelompok jalan-jalan tersebut, posisi tiga curug lainnya terlalu jauh.
Dari handout yang dibagikan oleh "panitia", ketujuh curug ini masing-masing bernama: Curug Satu, Dua, Tiga,Cibolang, Cimantaja, Leutik, dan Cibuluh. Tapi saya lupa mengidentifikasi yang mana yang namanya ini, yang mana yang namanya itu.
Keempat dari tujuh curug yang kami kunjungi ini tampaknya memang sudah berada di rute umum, seolah-olah kami hanya numpang lewat. Curug lainnya tampaknya harus ditempuh dengan usaha lebih berat. Nah, di curug keempat, yang
memang paling uendah, kami tak tahan untuk tak nyebur ke “leuwi”-nya (leuwi =
kolam yang menggenang di bawah curahan air curug).
Saya sendiri sempat butuh waktu, tercenung sejenak; menimbang-nimbang;
tarik-ulur; untuk akhirnya memutuskan nyebur. Biasanya, saya paling malas
berbasah-basah, meskipun saya membawa pakaian ganti.
Bukan basah-basahannya
yang bikin males sebenarnya, tapi ganti bajunya dan ngepak pakaian basahnya.
Tapi ya itulah, curug keempat yang kami kunjungi di Curug Tujuh inilah yang berhasil melunturkan kebiasaan
rasa malas tersebut.
Curug ini entah kenapa begitu memesona dalam pandangan mata saya. Curahan airnya yang jatuh ke batu-batu besar lebih dulu sebelum kemudian menciptakan alur dengan genangan-genangan jernih di beberapa bagiannya, dan memberikan pemandangan nyaman ketika bebatuan di dasarnya terlihat jelas saking beningnya air, menjadi paket sempurna yang membuat saya akhirnya nyebur juga; terlambat memutuskan hampir setengah jam dibanding yang lainnya.
Belum lagi melihat teman yang duduk di bawah curahan curugnya, membiarkan punggung diguyur air curug; maw waaww!!
Menurut informasi, satu dari tujuh curug di Gunung Sawal tersebut berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Alasannya ilmiah, karena airnya mengandung belerang. Ow, padahal tadinya saya pikir sumber air ketujuh curug ini sama; beda ya berarti. Anehnya, satu hari sepulang saya dari Curug Tujuh, saya mendapati daki tubuh saya luntur tanpa perlu sengaja digosok, ciyuss :D
![]() |
Hidangan pembuka untuk nyeburrr!! |
Curug ini entah kenapa begitu memesona dalam pandangan mata saya. Curahan airnya yang jatuh ke batu-batu besar lebih dulu sebelum kemudian menciptakan alur dengan genangan-genangan jernih di beberapa bagiannya, dan memberikan pemandangan nyaman ketika bebatuan di dasarnya terlihat jelas saking beningnya air, menjadi paket sempurna yang membuat saya akhirnya nyebur juga; terlambat memutuskan hampir setengah jam dibanding yang lainnya.
Belum lagi melihat teman yang duduk di bawah curahan curugnya, membiarkan punggung diguyur air curug; maw waaww!!
Menurut informasi, satu dari tujuh curug di Gunung Sawal tersebut berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit kulit. Alasannya ilmiah, karena airnya mengandung belerang. Ow, padahal tadinya saya pikir sumber air ketujuh curug ini sama; beda ya berarti. Anehnya, satu hari sepulang saya dari Curug Tujuh, saya mendapati daki tubuh saya luntur tanpa perlu sengaja digosok, ciyuss :D
![]() |
Di puncak curug, ada bunga bagheus |
Menurut informasi yang saya peroleh dari situs BPLHD Jawa Barat, Gunung Sawal merupakan kawasan suaka margasatwa seluas 5.360
Hektare. Saat ke sana, saya hanya bertemu dengan satwa jenis serangga saja seperti kupu-kupu dan capung.
Sedangkan vegetasinya, disebutkan bahwa 95 persen merupakan hutan
alam, sisanya hutan tanaman. Jenis Pohon yang terdapat di hutan alam
antara lain: Teureup (Artocarpus elasticus), Puspa (Schima walichii), Saninten
(Castanopsis argantea), Pasang (Quercus sp), Kiara (Ficus sp) dan Jamuju
(Podocarpus imbricatus). Sedangkan jenis pohon yang ada dalam hutan
tanaman adalah Pinus (Pinus merkusii), Damar (Agathis lorantifolia), Mahoni (Switenia
mahagoni), Rasamala (Altingia excelsea) dan Kaliandra (Caliandra sp.).
![]() |
Wet Wet Wet: basah-basahan dengan pakaian komplit, takut "nyetak" (lol). Suasana di curug ini, berpadu dengan tanam-tanaman yang tumbuh disekitarnya, lebih indah jika dilihat langsung. |
Ingin melengkapi tulisan dengan sejarah purba terbentuknya Gunung Sawal, namun agak sulit menemukan sumber online yang membahas karakteristik vulkanis gunung ini, misalnya kapan terakhir meletus, dan pusat aktivitas vulkaniknya seperti kawah-kawahnya, serta adakah misalnya potensi gunung ini untuk kembali meletus.
Adapun, informasinya malah terlalu teknis, misalnya satu sumber menyebut Gunung Sawal memiliki potensi timbal berupa urat-urat dalam batuan gunung api. Bahkan potensi belerangnya disebut-sebut merupakan sumber bahan galian bukan logam bagi Kota Ciamis.
![]() |
Salah satu dari empat curug yang kami lewati |
***
Sepulang dari Curug Tujuh, kami mampir di satu vila di pinggir Situ
Lengkong untuk makan. Vila ini juga bukan yang pertama saya kunjungi. Kunjungan
pertama adalah sewaktu mengikuti acara Nyangku—tak heran karena “panitia”
jalan-jalannya masih seputar link yang sama.Kunjungan ke vila ini tentu menjadi penting: untuk menuntaskan masalah pakaian yang basah kuyup—untung jok Elf menggunakan bahan yang kedap air (lol). Makan siang kesorean, plus segelas kopi susu panas, dan hujan yang kemudian turun deras, melengkapi kepuasan saya “berenang” di curug tersebut.**
![]() | ||
Gunung Sawal yang sering berkabut, menjadi pemandangan latar Alun-alun Panjalu |
Flora dan fauna Gunung Sawal:
![]() |
Tanaman apa ini namanya yaa? |
![]() |
Loa binti Ficus-ficusan :D |
![]() | |
Capung jarum (?) |
TAMMAT